Asma merupakan penyakit yang disebabkan karena adanya inflamasi/ peradangan kronis pada saluran pernafasan dengan ciri-ciri seperti serangan akut secara berkala, sesak nafas, mudah tersengal-sengal, disertai batuk dan hipersekresi dahak, serta ‘mengi’ pada pasien asma yang sudah parah. Jumlah penderita asma dari tahun ke tahun mengalami peningkatan yang cukup tinggi, sehingga diperlukan pengobatan yang tepat dan benar agar tidak sampai menyebabkan kematian.
Asma dapat terjadi karena meningkatnya kepekaan otot polos di sekitar saluran nafas seseorang dibandingkan saluran nafas normal terhadap stimuli tidak spesifik yang dihirup dari udara, yang pada orang sehat tidak memberikan reaksi pada saluran pernafasan seperti perubahan suhu, dingin, polusi udara (asap rokok), dll. Selain itu dapat pula terjadi karena reaksi alergi, atau karena infeksi saluran pernafasan yang dapat menyebabkan radang/ inflamasi sehingga saluran nafas pada pasien asma lebih menyempit lagi
Beberapa gejala asma yang paling umum adalah: Batuk. Batuk umumnya terjadi di malam hari, dini hari, saat cuaca dingin, dan saat beraktivitas fisik. Napas yang terdengar seperti bunyi peluit juga kesulitan bernapas. Gejala asma akan berlangsung selama 2-3 hari, atau bahkan lebih. Setelah serangan asma membaik, anak akan membutuhkan pereda serangan (reliever) 3-4 kali per hari hingga batuk dan mengi menghilang.
Terapi
Sasaran terapi pada pasien asma dengan menggunakan kortikosteroid inhalasi yaitu peradangan saluran nafas dan gejala asma. Terapi asma disini bertujuan untuk menghambat atau mengurangi peradangan saluran pernafasan serta mencegah dan atau mengontrol gejala asma, sehingga gejala asma berkurang/ hilang dan pasien tetap dapat bernafas dengan baik.
Strategi terapi asma dapat dibagi menjadi dua yaitu terapi non farmakologi (tanpa menggunakan obat) dan terapi farmakologi (dengan obat).
Terapi Non Farmakologi
Untuk terapi non farmakologi, dapat dilakukan dengan olah raga secara teratur, misalnya saja renang. Sebagian orang berpendapat bahwa dengan berenang, gejala sesak nafas akan semakin jarang terjadi. Hal ini mungkin karena dengan berenang, pasien dituntut untuk menarik nafas panjang-panjang, yang berfungsi untuk latihan pernafasan, sehingga otot-otot pernafasan menjadi lebih kuat. Selain itu, lama kelamaan pasien akan terbiasa dengan udara dingin sehingga mengurangi timbulnya gejala asma. Namun hendaknya olah raga ini dilakukan secara bertahap dan dengan melihat kondisi pasien.
Selain itu dapat diberikan penjelasan kepada pasien agar menghindari atau menjauhkan diri dari faktor-faktor yang diketahui dapat menyebabkan timbulnya asma, serta penanganan yang harus dilakukan jika serangan asma terjadi.
Terapi Farmakologi
Sedangkan untuk terapi farmakologi, dapat dibagi menjadi dua jenis pengobatan yaitu:
- Quick-relief medicines, yaitu pengobatan yang digunakan untuk merelaksasi otot-otot di saluran pernafasan, memudahkan pasien untuk bernafas, memberikan kelegaan bernafas, dan digunakan saat terjadi serangan asma (asthma attack). Contohnya yaitu bronkodilator.
- Long-term medicines, yaitu pengobatan yang digunakan untuk mengobati inflamasi pada saluran pernafasan, mengurangi udem dan mukus berlebih, memberikan kontrol untuk jangka waktu lama, dan digunakan untuk membantu mencegah timbulnya serangan asma (asthma attack). Contohnya yaitu kortikosteroid bentuk inalasi.
- Pemberian obat pada asma dapat melalui berbagai macam cara, yaitu parenteral (melalui infus), per oral (tablet diminum), atau per inhalasi. Pemberian per inhalasi adalah pemberian obat secara langsung ke dalam saluran napas melalui hirupan. Pada asma, penggunaan obat secara inhalasi dapat mengurangi efek samping yang sering terjadi pada pemberian parenteral atau per oral, karena dosis yang sangat kecil dibandingkan jenis lainnya.
Terapi Inhalasi
Pemberian per inhalasi adalah pemberian obat secara langsung ke dalam saluran napas melalui hirupan. Pada asma, penggunaan obat secara inhalasi dapat mengurangi efek samping yang sering terjadi pada pemberian parenteral atau per oral, karena dosis yang sangat kecil dibandingkan jenis lainnya.
Cara memberikan obat melalui hirupan tersebut dikenal sebagai terapi inhalasi. Secara garis besar ada 3 macam alat/jenis terapi inhalasi, yaitu nebulizer, MDI (metered dose inhaler), dan DPI (dry powder inhaler). Jenis DPI yang paling sering digunakan adalah turbuhaler. Terapi inhalasi memiliki keuntungan dibandingkan dengan cara oral (diminum) atau disuntik, yaitu langsung ke organ sasaran, awitan kerja lebih singkat, dosis obat lebih kecil, dan efek samping juga lebih kecil.
Untuk mendapatkan manfaat obat yang optimal , obat yang diberikan per inhalasi harus dapat mencapai tempat kerjanya di dalam saluran napas. Obat yang digunakan biasanya dalam bentuk aerosol, yaitu suspensi partikel dalam gas.
Pemakaian alat perenggang (spacer) mengurangi deposisi (penumpukan) obat dalam mulut (orofaring), sehingga mengurangi jumlah obat yang tertelan, dan mengurangi efek sistemik. Deposisi (penyimpanan) dalam paru pun lebih baik, sehingga didapatkan efek terapetik (pengobatan) yang baik. Obat hirupan dalam bentuk bubuk kering (DPI = Dry Powder Inhaler) seperti Spinhaler, Diskhaler, Rotahaler, Turbuhaler, Easyhaler, Twisthaler memerlukan inspirasi (upaya menarik/menghirup napas) yang kuat. Umumnya bentuk ini dianjurkan untuk anak usia sekolah.
Jenis Terapi Inhalasi
Pemberian aerosol yang idel adalah dengan alat yang sederhana, mudah dibawa, tidak mahal, secara selektif mencapai saluran napas bawah, hanya sedikit yang tertinggal di saluran napas atas, serta dapat digunakan oleh anak, orang cacat, dan orang tua. Namun keadaan ideal tersebut tidak dapat sepenuhnya tercapai.
Berikut beberapa alat terapi inhalasi:
- Metered Dose Inhaler (MDI)
- MDI tanpa Spacer
- Spacer (alat penyambung) akan menambah jarak antara alat dengan mulut, sehingga kecepatan aerosol pada saat dihisap menjadi berkurang. Hal ini mengurangi pengendapan di orofaring (saluran napas atas). Spacer ini berupa tabung (dapat bervolume 80 ml) dengan panjang sekitar 10-20 cm, atau bentuk lain berupa kerucut dengan volume 700-1000 ml. Penggunaan spacer ini sangat menguntungkan pada anak.
Dry Powder Inhaler (DPI)
Penggunaan obat dry powder (serbuk kering) pada DPI memerlukan hirupan yang cukup kuat. Pada anak yang kecil, hal ini sulit dilakukan. Pada anak yang lebih besar, penggunaan obat serbuk ini dapat lebih mudah, karena kurang memerlukan koordinasi dibandingkan MDI. Deposisi (penyimpanan) obat pada paru lebih tinggi dibandingkan MDI dan lebih konstan. Sehingga dianjurkan diberikan pada anak di atas 5 tahun.
Nebulizer
Alat nebulizer dapat mengubah obat yang berbentuk larutan menjadi aerosol secara terus-menerus, dengan tenaga yang berasal dari udara yang dipadatkan, atau gelombang ultrasonik. Aerosol yang terbentuk dihirup penderita melalui mouth piece atau sungkup.
Bronkodilator yang diberikan dengan nebulizer memberikan efek bronkodilatasi (pelebaran bronkus) yang bermakna tanpa menimbulkan efek samping. Hasil pengobatan dengan nebulizer lebih banyak bergantung pada jenis nebulizer yang digunakan. Ada nebulizer yang menghasilkan partikel aerosol terus-menerus, ada juga yang dapat diatur sehingga aerosol hanya timbul pada saat penderita melakukan inhalasi, sehingga obat tidak banyak terbuang
Kortikosteroid Inhalasi
Kortikosteroid terdapat dalam beberapa bentuk sediaan antara lain oral, parenteral, dan inhalasi. Ditemukannya kortikosteroid yang larut lemak (lipid-soluble) seperti beclomethasone, budesonide, flunisolide, fluticasone, and triamcinolone, memungkinkan untuk mengantarkan kortikosteroid ini ke saluran pernafasan dengan absorbsi sistemik yang minim. Pemberian kortikosteroid secara inhalasi memiliki keuntungan yaitu diberikan dalam dosis kecil secara langsung ke saluran pernafasan (efek lokal), sehingga tidak menimbulkan efek samping sistemik yang serius. Biasanya, jika penggunaan secara inhalasi tidak mencukupi barulah kortikosteroid diberikan secara oral, atau diberikan bersama dengan obat lain (kombinasi, misalnya dengan bronkodilator). Kortikosteroid inhalasi tidak dapat menyembuhkan asma. Pada kebanyakan pasien, asma akan kembali kambuh beberapa minggu setelah berhenti menggunakan kortikosteroid inhalasi, walaupun pasien telah menggunakan kortikosteroid inhalasi dengan dosis tinggi selama 2 tahun atau lebih. Kortikosteroid inhalasi tunggal juga tidak efektif untuk pertolongan pertama pada serangan akut yang parah.
Contoh kortikosteroid inhalasi yang tersedia di Indonesia antara lain:
- Fluticasone Flixotide (flutikason propionate50 μg , 125 μg /dosis) Inhalasi aerosol Dewasa dan anak > 16 tahun: 100-250 μg, 2 kali sehariAnak 4-16 tahun; 50-100 μg, 2 kali sehari
- Beclomethasone dipropionate Becloment (beclomethasone dipropionate 200μg/ dosis) Inhalasi aerosol Inhalasi aerosol: 200μg , 2 kali seharianak: 50-100 μg 2 kali sehari
- Budesonide Pulmicort (budesonide 100 μg, 200 μg, 400 μg / dosis)
Inhalasi aerosolSerbuk inhalasi Inhalasi aerosol: 200 μg, 2 kali sehariSerbuk inhalasi: 200-1600 μg / hari dalam dosis terbagianak: 200-800 μg/ hari dalam dosis terbagi
- Dosis untuk masing-masing individu pasien dapat berbeda, sehingga harus dikonsultasikan lebih lanjut dengan dokter, dan jangan menghentikan penggunaan kortikosteroid secara langsung, harus secara bertahap dengan pengurangan dosis
Farmokinetik
Kortikosteroid bekerja dengan memblok enzim fosfolipase-A2, sehingga menghambat pembentukan mediator peradangan seperti prostaglandin dan leukotrien. Selain itu berfungsi mengurangi sekresi mukus dan menghambat proses peradangan. Kortikosteroid tidak dapat merelaksasi otot polos jalan nafas secara langsung tetapi dengan jalan mengurangi reaktifitas otot polos disekitar saluran nafas, meningkatkan sirkulasi jalan nafas, dan mengurangi frekuensi keparahan asma jika digunakan secara teratur.Kortikosteroid inhalasi secara teratur digunakan untuk mengontrol dan mencegah gejala asma. Kontraindikasi bagi pasien yang hipersensitifitas terhadap kortikosteroid. Efek samping kortikosteroid berkisar dari rendah, parah, sampai mematikan. Hal ini tergantung dari rute, dosis, dan frekuensi pemberiannya. Efek samping pada pemberian kortikosteroid oral lebih besar daripada pemberian inhalasi. Pada pemberian secara oral dapat menimbulkan katarak, osteoporosis, menghambat pertumbuhan, berefek pada susunan saraf pusat dan gangguan mental, serta meningkatkan resiko terkena infeksi. Kortikosteroid inhalasi secara umum lebih aman, karena efek samping yang timbul seringkali bersifat lokal seperti candidiasis (infeksi karena jamur candida) di sekitar mulut, dysphonia (kesulitan berbicara), sakit tenggorokan, iritasi tenggorokan, dan batuk. Efek samping ini dapat dihindari dengan berkumur setelah menggunakan sediaan inhalasi. Efek samping sistemik dapat terjadi pada penggunaan kortikosteroid inhalasi dosis tinggi yaitu pertumbuhan yang terhambat pada anak-anak, osteoporosis, dan karatak.
Pada anak-anak, penggunaan kortikosteroid inhalasi dosis tinggi menunjukkan pertumbuhan anak yang sedikit lambat, namun asma sendiri juga dapat menunda pubertas, dan tidak ada bukti bahwa kortikosteriod inhalasi dapat mempengaruhi tinggi badan orang dewasa. Hindari penggunaan kortikosteroid pada ibu hamil, karena bersifat teratogenik.
Cara Penggunaan Inhaler
- Sebelum menarik nafas, buanglah nafas seluruhnya, sebanyak mungkin
- Ambillah inhaler, kemudian kocok
- Peganglah inhaler, sedemikian hingga mulut inhaler terletak dibagian bawah
- Tempatkanlah inhaler dengan jarak kurang lebih dua jari di depan mulut (jangan meletakkan mulut kita terlalu dekat dengan bagian mulut inhaler)
- Bukalah mulut dan tariklah nafas perlahan-lahan dan dalam, bersamaan dengan menekan inhaler (waktu saat menarik nafas dan menekan inhaler adalah waktu yang penting bagi obat untuk bekerja secara efektif)
- Segera setelah obat masuk, tahan nafas selama 10 detik (jika tidak membawa jam, sebaiknya hitung dalam hati dari satu hingga sepuluh)
- Setelah itu, jika masih dibutuhkan dapat mengulangi menghirup lagi seperti cara diatas, sesuai aturan pakai yang diresepkan oleh dokter
- Setelah selesai, bilas atau kumur dengan air putih untuk mencegah efek samping yang mungkin terjadi.Pengobatan asma harus dilakukan secara tepat dan benar untuk mengurangi gejala yang timbul. Pengobatan asma memerlukan kerja sama antara pasien, keluarga, dan dokternya. Oleh karena itu pasien asma dan keluarganya harus diberi informasi lengkap tentang obat yang dikonsumsinya; kegunaan, dosis, aturan pakai, cara pakai dan efek samping yang mungkin timbul. Pasien hendaknya juga menghindari faktor yang menjadi penyebab timbulnya asma. Selain itu, pasien harus diingatkan untuk selalu membawa obat asma kemanapun dia pergi, menyimpan obat-obatnya dengan baik, serta mengecek tanggal kadaluarsa obat tersebut. Hal ini perlu diperhatikan agar semakin hari kualitas hidup pasien semakin meningkat.
MITOS TENTANG OBAT HIRUPAN PADA ASMA ANAK :
- Tidak menyebabkan ketergantungan
- Orangtua sering kawatir bahwa inhalasi bisa menyebabkan ketergantungan.Obat-obat asma termasuk yang dihirup tidak akan menimbulkan ketergantungan dalam pengertian seperti adiksi atau kecanduan akan obat psikotropika (golongan narkoba). Pengertian ketergantungan seringkali disimpulkan oleh kalangan awam, karena penghentian obat inhaler berisi obat pengendali (controller) tanpa rekomendasi dokter dapat mengakibatkan serangan asma yang tadinya sudah terkontrol menjadi timbul lagi.
- Tidak harus dikerjakan dalam paket 5-7 hari berturut-turut
- Dalam praktek sehari-hari sering dilakukan bahwa pemberian obat inhalasi harus dalam satu paket 5-7 hari agar asmanya sembuh. Hal ini tidak benar. Inhalasi hanya diberikan pada saat serangan ditujukan untuk meredakan serangan dalam waktu sesegera mungkin. Bila sudah membaik dan tidak sesak tidak harrus diulang,Pengulangan tindakan itu dikerjakan berdasarkan respons penguapan tadi. Jika responsnya baik (sesak berkurang) maka tidak perlu diulang, namun jika kurang baik, maka dapat diulang 30 menit kemudian. Jika serangan sudah reda, obat dapat dilanjutkan dengan obat minum, jadi tidak perlu harus dengan paket penguapan 5 hari berturut-turut.
- Tidak berarti asmanya sudah parah bila harus menggnakan terapi inhalasi atau obat hirupan
- orangtua kwatir bahwa kalau pakai hirupan asmanya sudah berat dan gawat.Terapi inhalasi pada asma bukan berarti asmanya parah. nhalasi yang berisi obat pereda seperti salbutamol atau albuterol, fenoterol dan terbutalin. Obat inhalasi menjadi pilihan utama dibandingkan obat minum karena bekerja lebih cepat
- Tidak mempunyai efek samping yang berbahaya
- Orangtua kawatir obat inhalasi lebih berbahaya daripada obat minum.Steroid dalam inhaler tidak menimbulkan efek samping seperti obat steroid yang digunakan atlet-atlet sebagai alat dopping, yang bisa menimbulkan maskulinisasi, keropos tulang, pertumbuhan terhenti, dan sebagainya. Steroid dalam inhaler mengandung dosis yang sangat kecil dibandingkan dengan steroid yang diminum, dan hanya sedikit sekali yang beredar di dalam darah. Oleh sebab itu, penelitian-penelitian mendapatkan bahwa efek samping obat steroid inhalasi sangat minimal, sehingga aman digunakan dalam waktu jangka panjang.
- Tidak untuk hidung buntu atau batuk keras agar lekas sembuh
- Terapi inhalasi biasanya diberikan hanya untuk pelegaan sauran napas bronkus (dilatasi bronkus) atau mengurang efek inflamasi. Pada keluhan batuk keras tanpa disertai hipereaktifitas bronkus dan sesak tidak diperlukan inhalasi. Terapi nhalasi juha tidak untuk terapi hidung buntu atau pilek.
- Tidak semua napas grok-grok (hipereaktifitas bronkus) harus dilakukan terapi inhalasi
- Orangtua sering minta terapi inhalasi saat anaknya napas berbunyai grok-grok. Pada kasus hipereaktifitas bronkus yang ringan dan tidak sesak terapi inhalasi tidak perlu diberikan.
Dr Widodo Judarwanto SpA pediatrician
Tidak ada komentar:
Posting Komentar