Asma bronkial adalah salah satu penyakit kronik dengan pasien terbanyak di dunia. Diperkirakan 300 juta orang di dunia menderita asma. Angka ini bisa jauh lebih besar kalau kriteria diagnosisnya diperlonggar. Bahkan, tahun ini paling tidak ada tambahan sekitar 100 juta pasien asma lagi. Di Indonesia, diperkirakan sampai 10 persen penduduk mengidap asma dalam berbagai bentuknya.
Keluhan yang paling sering muncul dan mudah dikenali pada penderita asma adalah sesak napas yang berbunyi ngik-ngik. Berbagai obat di pasaran juga banyak digunakan para pasien asma. Obat asma terdiri dari dua jenis, yaitu pelega (reliever) dan pengontrol (controller).
Kerja obat pelega adalah membuat saluran napas yang menyempit menjadi terbuka lebar kembali, disebut juga bronkodilator. Jadi, karena saluran napas menyempit, pasien asma mengeluh sesak. Bila diberi obat pelega, saluran napasnya membuka sehingga tidak sesak lagi.
Akan tetapi, bila ada rangsangan, di kemudian hari akan sesak lagi dan tentu saja juga perlu obat pelega lagi. Demikianlah seterusnya.
Obat pengontrol memang bertujuan agar saluran napas tidak cepat menyempit bila ada rangsangan tertentu, bekerja sebagai antiperadangan (antiinflamasi) serta melalui berbagai mekanisme lainnya. Obat pengontrol ini mungkin harus dipakai setiap hari, baik timbul serangan ataupun tidak. Jadi obat pengontrol tersebut harus dikonsumsi dalam jangka waktu lama, bahkan bertahun-tahun.
Penggunaan obat
Masing-masing golongan obat di atas dijual dalam berbagai merek dagang di pasaran. Sebagian dapat dibeli bebas, umumnya yang bersifat pelega, dan sebagian lagi harus dibeli dengan resep dokter. Obat-obat asma ini dapat diberikan dalam bentuk diminum, disuntikkan, atau juga disemprot/dihisap (inhalasi).
Obat golongan agonis beta 2 dapat diberikan dalam bentuk tablet, sirup, suntikan, dan juga ada yang disemprotkan/dihisap. Perlu diketahui bahwa cara pemberian obat asma yang paling baik adalah dengan disemprotkan/dihisap (inhalasi) langsung ke saluran napas, apalagi jika untuk pemakaian jangka panjang.
Ada beberapa alasan yang mendasarinya,
Pertama, obat yang disemprotkan/diisap akan masuk langsung ke saluran napas, jadi efeknya lebih cepat.
Kedua, karena masuknya langsung ke saluran napas, dosisnya bisa lebih kecil untuk mendapatkan efek yang optimal.
Ketiga, efek samping obat yang disemprotkan/dihisap akan lebih kecil daripada obat yang diminum. Karena obat yang diminum akan masuk terlebih dahulu ke perut (lambung) lalu diserap pembuluh darah, baru diedarkan ke seluruh tubuh dan sebagian ke saluran napas. Sehingga memerlukan dosis lebih tinggi dengan reaksi lebih lambat namun efek sampingnya lebih tinggi.
Ada sebagian masyarakat yang mengatakan bahwa obat yang disemprot/dihisap akan menyebabkan ketagihan. Pendapat ini kurang benar, karena justru cara pemberian disemprot/diisap inilah yang lebih aman.
Kombinasi
Dalam perkembangannya ada beberapa kombinasi obat yang dapat diberikan.
Pertama, kortikosteroid inhalasi dikombinasikan dengan bronkodilator inhalasi kerja lama. Kombinasi ini aman dan terbukti efektif untuk menangani asma, khususnya serangan asma yang datang pada malam hari.
Kedua, kortikosteroid inhalasi dikombinasi dengan bronkodilator oral, khususnya golongan teofilin kerja lama. Yang dimaksud dengan obat "kerja lama" adalah obat yang dapat bekerja selama 12-24 jam, jadi cukup dipakai 1-2 kali sehari saja.
Kombinasi ketiga adalah kortikosteroid inhalasi dikombinasikan dengan obat golongan leukotriene modifier. Keduanya termasuk jenis anti-inflamasi yang berfungsi sebagai pengontrol. Namun, leukotriene modifier selain berperan sebagai antiinflamasi juga berperan mencegah penyempitan saluran pernafasan.
Kombinasi keempat adalah obat golongan antikolinergik dengan bronkodilator kerja singkat.
Karena hanya bereaksi selama 8 jam, maka harus diberikan 3 kali sehari. Kombinasi keempat ini adalah penggabungan dua jenis obat pelega. Dan jika digabungkan menjadi satu, mempunyai efek jangka panjang yang lebih baik.
Perkembangan
Hingga kini, belum ada obat yang benar-benar dapat menyembuhkan asma. Penelitian terus dilakukan untuk mendapatkan obat baru. Salah satunya berkonsentrasi untuk menemukan mediator yang lebih kuat dari histamin (salah satu mediator yang banyak dikenal).
Mediator yang lebih kuat ini adalah platelet-activating factor dan cysteinyl-leukotrienes (Cys-LT). Antagonis leukotrien adalah salah satu bentuk baru obat antiasma, penemuan baru selama 20 tahun terakhir. Obat jenis ini juga bersifat antagonis terhadap Cys-LT.
Berbagai penelitian lain juga dilakukan untuk mengobati asma melalui penanganan sitokin-sitokin yang dipercaya berperan pada serangan asma, antara lain inter leukin (IL)-4, IL-5, dan IL-13 .
Salah satunya adalah penggunaan humanized monoclonal antibody to IL-5 (SB-240563), penelitian ini tadinya sukses pada binatang percobaan, tetapi ketika diterapkan pada manusia hasilnya tidak/belum memuaskan. Penelitian lain pernah mencoba menggunakan antagonis reseptor IL-4, tetapi lagi-lagi hasilnya belum memuaskan. Saat ini juga sedang diteliti efektivitas antagonis IL-13, yang masih harus ditunggu bagaimana hasilnya kelak.
Khusus untuk obat pengontrol, kortikosteroid inhalasi tetap merupakan pilihan utama. Kini sedang diteliti agar efek obat tersebut hanya di paru, tanpa dampak sistemik yang merugikan pada bagian tubuh lain. Pendekatan yang sedang diteliti antara lain mengupayakan bentuk on-site-activated steroids, seperti ciclesonide, soft steroids, dan bahan yang disebut dissociated steroids.
Kini pilar utama pengobatan asma adalah pemberian obat pelega dan obat pengontrol. Seperti disampaikan di atas, cara pemberian obat terbaik adalah dengan disemprot atau diisap. Sehingga kini tersedia berbagai teknik pemberian, baik dalam bentuk semprotan (inhaler) maupun bubuk kering yang diisap, misalnya dalam bentuk turbohaler atau diskhaler.
Untuk mencegah asma malam mungkin diperlukan obat asma kerja lama yang digunakan sebelum tidur supaya pasien dapat tidur nyenyak tanpa harus terganggu serangan asma.
Satu hal yang harus dicamkan adalah pentingnya dibina hubungan baik antara dokter, pasien, dan keluarganya. Pengetahuan pasien dan keluarganya tentang seluk beluk asma akan menjadi pilar penting dalam keberhasilan mengendalikan asma pada pasien.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar